03 September 2008

MARI BER-NEGATIF DENGAN SENANG HATI

Ada satu pertanyaan yang seringkali menyentil ketika tatkala mendengar banyak para motivator-motivator ulung, dengan bayaran jutaan, mengatakan Be Positive, jadilah manusia yang selalu berbuat positif dalam menjalani kehidupan. Kenapa hidup harus selalu positif.? memangnya ada apa dengan berpikir dan bertindak negatif ? apakah itu adalah sebuah aib bagi kita ? yang harus kita pendam bahkan kalau perlu kita musnahkan karena keberadaannya adalah ancaman bagi peradaban manusia.
Bukankah negatif adalah sisi lain dari positif seperti magnet yang selalu memiliki sisi negatif dan positif. Apakah sisi negatif dari magnet harus kita hilangkan agar hanya memiliki satu sisi yang di anggap "baik"? dan itu adalah positif tentunya. Lantas jika seperti itu buat apa sebuah magnet di ciptakan dengan dua sisi jika hanya untuk di tiadakan keberadaannya seperti halnya bumi yang memiliki dua kutub,? apakah harus kita hancurkan kutub selatan sehingga nantinya hanya ada satu kutub di bumi ini,?
wah…wah…wah. jika anda benar-benar serius mau melakukannya anda harus berhadapan dulu dengan negara-negara Selatan, atau bahkan mungkin dengan seluruh penduduk dunia yang merasa terancam kelestariannya atau paling tidak dengan organisasi lingkungan radikal yang siap memboikot dan menghantui keberadaan anda. Atau mungkin seperti manusia yang tercipta menjadi laki-laki dan perempuan di mana hubungan positif dan negatif selalu melingkupi dan saling berkelindan, apakah mau kita ubah pola hubungan itu.
saya membayangkan jika kita benar-benar bisa mengubah itu, umat manusia di muka bumi ini akan punah karena planet ini akan berubah menjadi dunia yang di idam-idamkan oleh kaum homoseksual dan siap-siap saja kita menerima azab seperti yang di timpakan kepada kaum terdahulu pada zaman Nabi Luth.

Seperti apakah kita memahami sebuah negatifitas, yang di pahami oleh mereka-mereka yang sering mencibirnya, apakah hal itu berupa rasa egois, cemburu, iri hati, nafsu sahwat, malas, atau apakah negatifitas seperti yang di maksudkan oleh Georg Simmel, yang dengan lugas dan sederhana, mengatakan bahwa negatifitas adalah hal-hal yang destruktif yang mampu menciptakan ilusi Ideologi yang membuat orang dengan tujuan berbeda-beda bernaung dalam satu ikatan massa dengan satu tujuan destruktif. Namun Saya tidak yakin mereka yang mencibir sikap negatif memaknai negatifitas dalam pengertian yang kedua, terlalu risih bagi mereka jika harus memikirkan sesuatu yang dimensi kemanusiaannya lebih luas ,seperti halnya Georg Simmel, karena mereka memang hanya mengincar individu-individu yang kering dalam memaknai kehidupan. Dan saya dengan senang hati akan ber su'udzon bahwa pengertian pertama tentang negatifitaslah yang mereka miliki. namun bukankah itu adalah hal yang manusiawi yang justru menandai ke-Manusiaan kita, yang tanpanya kita bukanlah manusia, kita mungkin akan menjadi malaikat, tokoh fiksi superhero, tokoh-tokoh pewayangan atau karakter superhebat lainnya yang telah di hilangkan sisi kemanusiaannya. Negatif adalah sebuah persamaan dengan positif. tanpa negatif maka tidak ada positif dan begitu pula sebaliknya.negatif bukan berarti tidak ada namun dengan segala kekurangannya dia "ada".

Negatif bukanlah sebuah makna yang berkonotasi buruk. Negatif seperti halnya positif adalah sesuatu yang bebas nilai. tetapi oleh rezim massa diktator, yang terkadang bertindak bagaikan Tuhan, di beri sebuah nilai yang kebenarannya di hasilkan dari reproduksi mekanis massal atau dengan kata lain proses pemberian nilai kebenaran dalam kondisi seperti itu sama dengan anda menentukan keberadaan tuhan dengan sebuah survey atau polling SMS, mirip dengan acara pencarian bintang karbitan macam Indonesia Idol, dan acara-acara sejenis lainnya.
Namun okelah… kita anggap saja negativitas adalah sesuatu yang buruk, cruel and evil. Namun toh kita akan selalu berhadapan dengannya bahkan dengan penuh kesadaran kita menikmatinya bukan karena hal negatif itu nikmat atau penuh kesenangan namun itu adalah memang bagian dari "diri" manusia. melepaskan hal itu berarti menanggalkan ke-Manusiaan kita, memangkas pohon peradaban manusia yang terus tumbuh selama ribuan tahun yang di semai oleh sisi positif dan negatif manusia secara bergantian. Dengan kita bertindak negatif kita akan menjadi manusia seutuhnya yang sadar akan keberadaannya, sadar akan kerapuhan dirinya dan tidak berjalan dengan angkuh karena keangkuhan pada dasarnya adalah ketidaktahuan akan kedalaman hakekat kehidupan. Kita mungkin tidak sadar jika dorongan untuk berpikir positif adalah salah satu bagian dari proyek pencerahan yang terancam gagal, yang dengan perlahan-lahan namun pasti akan runtuh melihat gejala masyarakat kini yang entah apa namanya di sebut manusia Modern kah atau Posmodern atau mungkin juga Pramodern saya juga kurang mengerti.

Doktrin-doktrin seperti manusia yang paling menentukan, yang dapat menentukan dan memastikan sendiri apa yang di inginkannya, makhluk yang paling mengerti akan alam ini, yang dapat memahami tubuhnya, masyarakatnya bahkan tuhan, adalah doktrin-doktrin yang di gagas oleh para founding father pencerahan yang narsis macam Kyai Descartes, Ki Ageng Kant, lan kanca-kancane. Nyatanya proyek pencerahan juga masih belum mampu mewujudkan manusia seperti yang di rancang mereka, yang dapat kita lihat dari itu adalah semakin banyaknya orang-orang barat yang notebene adalah pencetus pencerahan berpaling pada budaya timur yang sebelumnya mereka anggap hina dan barbar hanya karena budaya timur lebih memberi kesegaran spritualitas bagi kekeringan jiwa pemikiran barat.

Mengutip Elias Canetti, seorang sastrawan pemenang Nobel Sastra 1981,

"Manusia sungguh-sungguh sendirian dengan tahinya".

Apa yang istimewa dari tahi ini sampai-sampai seorang pemenang Nobel Sastra merasa perlu untuk memakai kata itu dalam tulisannya. Tahi ( Bhs Jawa : Taek ) adalah sisa-sisa kerakusan dan keberingasan kita untuk melumat segala bentuk dan benih perlawanan yang padanya tampak keserakahan kita dan proses pengeluarannya (Bhs Jawa : Ngeseng ) tidak ingin kita perlihatkan pada siapapun bahkan kepada orang yang paling kita cintai sekalipun. Proses itu menjadi begitu sakral bagi kita karena dalam proses itu hanya kita danTuhan yang tahu. Kesakralan itu menjadi penting artinya bagi kita karena tahi adalah bagian dari kita atau paling tidak pernah menjadi bagian dari kita yang keberadaannya habis-habisan kita sangkal karena kita terlalu malu untuk menunjukkan bahwa kita menikmatinya, ya kita memang menikmati proses pengeluaran kotoran yang tidak lain adalah bentuk negatifitas kita yang nampak nyata walaupun kita berusaha menghindar untuk melihatnya. Seperti itulah perlakuan kita atas sifat-sifat kita yang kodrati yang paling "Manusiawi". Maka janganlah menutup mata atas sifat-sifat kita yang telah di hakimi massa sebagai sifat buruk bahkan, kalau menurut saya lho… karena itulah yang di berikan tuhan ( bagi yang percaya kepada Nya. Ndak maksa lho saya ) kepada kita agar kita selalu mawas diri akan setiap fenomena dan tidak terjebak pada kemapanan semu.

Itulah yang dapat sedikit saya sampaikan. Semoga bermanfaat bagi siapapun yang punya rencana jahat, iri hati, dengki, sahwat dsb. Dan bagi yang belum, segera siapkan hal-hal busuk di kepala kalian dan segeralah bertindak nyata melawan segala bentuk kebaikan, norma sosial, saling menghargai dan omong-kosong lainnya. Atau jika tidak bisa, cukup dengan menertawakan dunia dan kehidupan serta tertawakanlah diri anda sendiri.

yang nulis Tommy Raditya, yang ngedit yang punya blog

No comments: