27 August 2009

STAR WARS

Mungkin kita masih ingat kalimat yang sering dipilih oleh orang yang lebih dewasa tentang cita-cita. "Gantungkan cita-citamu setinggi langit". Entah itu diingat orang karena banyaknya cita-cita yang tercapai atau mungkin karena semakin banyak orang yang cita-citanya tidak tercapai hingga kalimat itu hanya sebuah kalimat klise kuno yang mungkin sekarang digantikan kalimat lain dengan makna yang sama untuk alasan marketing.

Aku juga dibesarkan dengan kalimat itu. Disekolah, dirumah, atau ketika menonton televisi. Kemudian ketika setiap kali melihat ke langit ada lima hal yang muncul disana, dan tidak ada satupun yang bernama cita-cita. Sebuah pertanyaan kemudian muncul begitu saja, dilangit yang mana semua orang menggantungkan cita-cita?. Karena di langit yang tampak hanyalah matahari, bulan, bintang,awan dan yang terakhir biru. Kalupun dipaksakan, hitam tidak bisa berada dilangit. Karena ketika malam hari ada lampu untuk menghilangkan hitam dan bila kita ingin mendapatkannya kita cukup menutup mata. Maka tidak mungkin hitam ada dilangit, karena hitam tidak bisa ada di dua tempat sekaligus yaitu ketika malam hari kita menutup mata. Maka aku percaya hitam itu hanya ada dimata kita, bukan dilangit.

Kembali ke persoalan cita-cita. Bila dilangit yang ada hanya lima hal itu saja, pasti salah satunya adalah cita-cita. Dan untuk alasan itu aku memilih bintang. Mengapa bintang?, penjelasan sederhana yang masuk akal mungkin seperti ini. Bila cita-cita adalah matahari, maka orang yang tidak mampu meraih cita-citanya tidak akan mendapat matahari. Padahal siapapun orangnya, berhasil atau tidak meraih cita-cita, ia akan tetap mendapatkan mataharinya disiang hari. Dan begitu juga sebaliknya, siapapun orangnya, apakah ia berhasil meraih cita-citanya atau tidak, ia tetap akan kehilangan mataharinya dimalam hari. Jadi matahari tidak ada hubungannya dengan cita-cita.

Sedangkan bila cita-cita adalah bulan… ini cukup sulit untuk dijelaskan. Kaitannya dengan monopoli penggunaan kata bulan oleh dunia sastra yang coba disainggi oleh para pembuat aturan penanggalan. Mungkin untuk para penelitian ilmiah, yang memang berusaha menghindari konflik dengan pihak manapun, mereka lebih suka menamainya dengan kode huruf dan angka. Sehingga secara teknis dapat memisahkan diri dari bulan yang diklaim oleh dunia sastra dan patokan yang digunakan pembuat aturan penanggalan. Tentu saja cita-cita tidak punya saham yang cukup untuk kemudian latah menggunakan bulan sebagai simbol cita-cita.

Baik awan maupun biru memiliki karakteristik yang hampir sama yang tidak dapat digunakan sebagai bentuk cita-cita yang tergantung dilangit. Mereka memiliki sifat tidak stabil dan mudah dipengaruhi faktor eksternal sehingga tidak memiliki independensi atau kemandirian. Walaupun terkadang ada kesan spontanitas diperlihatkan disaat-saat tertentu. Apakah ada yang mau cita-citanya merupakan hasil musyawarah atau perintah dari orang lain? Sayangnya cita-cita, otoriter dan demokrasi adalah hal yang berbeda.

Yang tersisa dilangit tinggal bintang saja. Jangan lupa kalimat yang dikatakan kepada kita adalah "Gantungkan cita-citamu setinggi langit". Sekali lagi "langit"!! Berarti bintang yang disebut disini adalah bintang dilangit bukan diradio, televisi, menempel di dinding kamar atau kaos, menggantung dibawah telinga atau bahkan yang sedang kita lipat sesuai arahan para bapak dan ibu guru di bangku taman kanak-kanak dulu. Dan bintang adalah reinkarnasi sempurna dari cita-cita yang digantungkan oleh milyaran orang dari dulu, sekarang hingga esok.

Kenapa bintang menjadi reinkarnasi sempurna dari cita-cita setiap manusia yang telah, sedang dan akan hidup di dunia ini? Jawabannya sangat lengkap dan jelas. Yang pertama, ada cukup banyak bintang dilangit yang itu berarti ada cukup banyak manusia yang menggantungkan cita-citanya dilangit. Yang kedua, bintang hanya terlihat dimalam hari. Tentu kita tahu bahwa cahaya bintang menjadi kalah kuat dibandingkan cahaya matahari disiang hari. Sebenarnya penyebab utamanya adalah manusia memanfaatkan cahaya matahari untuk mengejar cita-citanya. Selain karena lebih mudah melihat, banyak bantuan yang bisa didapatkan dalam mewujudkan cita-cita di siang hari. Dan karena pada malam hari mereka berhenti sejenak untuk mengejar cita-cita, banyak waktu yang menjadi lebih luang. Itulah mengapa manusia baru menggantungkan cita-citanya dilangit ketika malam hari. Sehingga kita bisa melihatnya berkedip setiap malam. Tapi sebenarnya ada juga yang sudah memiliki waktu luang di pagi atau sore hari, jadi kadang kita sudah melihat bintang di pagi atau sore hari sambil ditemani bulan. Berkaitan dengan kemunculan bintang dan bulan secara bersamaan ini, jangan lupa bahwa di dunia sastra penciptaan karya dapat berlangsung setiap saat. Baik pagi siang sore atau malam.

Itulah alasan mengapa bintang adalah perwujudan dari kalimat "Gantungkan cita-citamu setinggi langit".

…-

Pertanyaan yang masih mengganjal adalah. Bila setiap manusia bisa menggantungkan cita-cita setinggi langit, mengapa mereka juga yang harus menghabiskan waktu dengan bersusah payah untuk meraihnya. Bukankah setiap malam mereka sibuk untuk menggantungkannya? Lalu mengapa disiang hari mereka berjuang untuk menggapai cita-cita sedangkan malam nanti mereka menggantungkannya kembali, atau paling tidak mereka bisa memandangi dan mengingat saat-saat mereka menggantungkannya.

Ah… andai kita tidak harus menggantungkan cita-cita kita setinggi langit. Mungkin kita bisa menyimpannya dan membawanya kemanapun kita pergi sambil melakukan apapun yang kita mau mulai pagi, siang sore ataupun malan. Namun tentu saja langit malam tidak akan seindah sekarang.

"Gantungkan cita-citamu setinggi langit" agar setiap malam kamu bisa melihat langit yang bertaburkan bintang yang ditemani rembulan. Karena sebuah karya dapat diciptakan kapan saja.

No comments: